Minggu, 15 Agustus 2010

Pembiayaan dan Sarana Prasarana Pendidikan

1. Pembiayaan Pendidikan

a. Landasan Hukum

Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur lebih lanjut dengan PP. Pendanaan Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis masyarakat adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur dengan PP. Pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup standar pembiayaan. Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah mencakup standar yang mengatur komponen dan besarnya “biaya operasi” satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pada Pasal 62 mencakup “biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal”. Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:

(1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

(2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.

(3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

(4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:

a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.

b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,

pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

(5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP

Sebelum PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini dikeluarkan, telah ada SK Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwa SPM bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional.

Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah.

Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM.

Karena standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan atas buku teks pelajaran, maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan menetapkan masa pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan standar nasional pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi oleh Menteri. Pada Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran; anjuran sebagaimana dimaksud bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan; untuk memiliki buku teks pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di pasar; untuk membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaannya.

b. Konsep Pembiayaan Pendidikan

Ø Sistem Pembiayaan Pendidikan

Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah. Sementara itu terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui sesuai tidaknya sistem dengan kondisi negara. Untuk mengetahui apakah sistem tersebut memuaskan, dapat dilakukan dengan cara: i) menghitung berbagai proporsi dari kelompok usia, jenis kelamin, tingkat buta huruf; ii) distribusi alokasi sumber daya pendidikan secara efisien dan adil sebagai kewajiban pemerintah pusat mensubsidi sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor lainnya.

Setiap keputusan dalam masalah pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Oleh karena itu perlu dilihat siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan, bagaimana mereka akan dididik, siapa yang akan membayar biaya pendidikan. Demikian pula sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung sistem pembiayaan pendidikan. Tanggungjawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan termasuk untuk pendidikan kejuruan dan bantuan terhadap murid. Hal itu perlu dilihat dari faktor kebutuhan dan ketersediaan pendidikan, tanggungjawab orang tua dalam menyekolahkan vs social benefit secara luas, pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan.

Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost. Dalam pembiayaan sekolah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik untuk pembiayaan semua sekolah karena kondisi tiap sekolah berbeda.

Setiap kebijakan dalam pembiayaan sekolah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya terhadap pembiayaan pendidikan, yakni:

· Keputusan tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat disediakan

· Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik

· Keputusan tentang siapa yang akan membayar biaya pendidikan

· Keputusan tentang sistem pemerintahan seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan sekolah

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, ada dua hal pokok yang harus dapat dijawab, yakni: i) bagaimana sumber daya akan diperoleh, ii) bagaimana sumber daya akan dialokasikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan/tipe sekolah/kondisi daerah yang berbeda. Terdapat dua kriteria untuk menganalisis setiap hal tersebut, yakni, i) efisiensi yang terkait dengan keberadaan sumber daya yang dapat memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan ii) keadilan yang terkait dengan benefits dan costs yang seimbang.

Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah pembiayaan pendidikan:

· Kebutuhan dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam sumberdaya manusia/human capital

· Pembiayaan pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara keseluruhan

· Pengaruh faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan

Dalam hal pendidikan kejuruan dan industri, M. Woodhall (1987) menjelaskan bahwa di masa lalu pembiayaan pendidikan jenis ini ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan memberi subsidi kepada para pekerjanya sendiri. Sekarang peran pemerintah semakin besar dalam pembiayaan ini. Hal itu disebabkan adanya kepentingan ekonomi. Artinya kebijakan ketenagakerjaan, diharapkan dapat meningkatkan kepentingan untuk membagi biaya dan manfaat dari pendidikan ini dengan adil.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendidikan kejuruan ini adalah:

· Peran pemerintah dalam membiayai jenis pendidikan ini

· Perbedaan antara jenis training yang umum dan spesifik

· Pilihan antara training yang on dan off the job

· Keseimbangan antara pembiayaan dari pemerintah dan sektor swasta di pendidikan ini

· Pentingnya praktek kerja sebagai kelanjutan dari jenis pendidikan ini

· Pembayaran kompensasi selama mengikuti pendidikan ini

· Sumber daya yang dialokasikan untuk jenis pendidikan ini

Ø Pendekatan Kecukupan (Adequacy Approach)

Pengukuran biaya pendidikan seringkali menitikberatkan kepada ketersediaan dana yang ada namun secara bersamaan seringkali mengabaikan adanya standar minimal untuk melakukan pelayanan pendidikan. Konsep pendekatan kecukupan menjadi penting karena memasukkan berbagai standar kualitas dalam perhitungan pembiayaan pendidikan. Sehingga berdasarkan berbagai tingkat kualitas pelayanan pendidikan tersebut dapat ditunjukkan adanya variasi biaya pendidikan yang cukup ideal untuk mencapai standar kualitas tersebut. Analisis kecukupan biaya pendidikan ini telah digunakan di beberapa negara bagian Amerika Serikat untuk mengalokasikan dana pendidikan. Berbagai studi di Indonesia telah pula mencoba memperhitungkan biaya pendidikan berdasarkan standar kecukupan.

Perhitungan biaya pendidikan berdasarkan pendekatan kecukupan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya:

· Besar kecilnya sebuah institusi pendidikan

· Jumlah siswa

· Tingkat gaji guru (karena bidang pendidikan dianggap sebagai highly labour

· intensive)
Rasio siswa dibandingkan jumlah guru

· Kualifikasi guru

· Tingkat pertumbuhan populasi penduduk (khususnya di negara berkembang)

· Perubahan dari pendapatan (revenue theory of cost)

2. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pendidikan, bahwa kualitas pendidikan tersebut juga didukung dengan sarana dan prasarana yang menjadi standar sekolah atau instansi pendidikan terkait.

Sarana adalah fasilitas yang terdapat di dalam suatu institusi yang digunakan oleh institusi tersebut, yang bersangkutan untuk menunjang proses pendidikan dalam mencapai maksud dan tujuan institusi. Adapun sarana pendidikan,yaitu peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususunya proses belajar mengajar.

Berdasarkan pemikiran di atas, sarana dapat dikatakan pula sebagai sarana fisik dalam dunia pendidikan, yang berfungsi sebagai kelengkapan sekolah atau alat pengajaran untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah atau institusi yang terkait.

Alat pendidikan sebagaimana yang telah disebutkan diatas menurut Amir Daien Indrakusuma dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Alat pendidikan preventif.

Yaitu alat yang bersifat pencegahan. Tujuan digunakannya alat pendidikan ini ialah untuk mencegah / menghindarkan hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran proses pelaksanaan / pencapaian tujuan pendidikan.

2. Alat pendidikan represif

Alat ini juga disebut alat pendidikan kuratif, atau alat pendidikan korektif. Yaitu alat pendidikan ini digunakan manakala anak melakukan suatu perbuatan yang dianggap bertentangan dengan peraturan-peraturan atau anak melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku. Alat pendidikan represif ini digunakan dengan tujuan untuk menyadarkan anak agar kembali kepada hal-hal yang benar, yang baik dan tertib.

Sedangkan yang dimaksud dengan Prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Sedangkan prasarana pendidikan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai.

Beberapa contoh dalam pengelompokkan antara sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah ataupun instalasi pendidikan, diantaranya adalah :

I. Bentuk Sarana

Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa sarana dalam dunia pendidikan berbentuk :

• bangunan sekolah

• ruang-ruang kelas (meja, kursi, lemari, lampu)

• ruang guru

• kamar mandi dan tempat ibadah

• papan tulis dan alat tulis pembelajaran

• sarana peraga (globe, peta dan media pembelajaran lainnya)

Hal ini menunjukkan bahwa sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat atau media dalam mencapai maksud atau tujuan.
II. Bentuk Prasarana

Prasarana pendidikan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dikatakan bahwa prasarana dalam dunia pendidikan berbentuk :

• halaman,

• kebun atau taman sebagai pengajaran biologi,

• lapangan olah raga,

• perpustakaan

• ruang atau tempat guru piket

• jadwal belajar semua kelas

Adapun hubungan sarana dan prasarana dengan proses pendidikan, dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah.
Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat, peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah seperti ; ruang, perpustakaan, kantor sekolah, uks, ruang osis, tempat parkir, ruang laboratorium, dll.

Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di sekolah. Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu : mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran.

Sekolah berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan program pendidikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang memenuhi tuntutan pedagogik diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai karakteristik mata pelajaran dan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan prasarana yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran, bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta prasarana lain sesuai tuntutan program-program pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah.

Ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana merupakan hal esensial bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Hal esensial lain adalah pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan/ mengoperasikan sarana dan prasarana. Disamping itu, secara periodik, sarana dan prasarana sekolah perlu dievaluasi secara sistematis sesuai dengan tuntutan kurikulum, guru, dan peserta didik. Pengadaan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan prinsip kecukupan, relevansi, dan kualitas serta berpegang pada esensi manajemen berbasis sekolah.
Standar: Sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan prasarana yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran, bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta prasarana lain sesuai tuntutan masing-masing mata pelajaran. Sekolah menjamin ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana mutakhir, serta cara-cara menggunakannya.

Referensi :

http://niningsulistyoningrum.wordpress.com/2010/05/15/standar-pembiayaan-pendidikan/

http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=113/

http://kamusbisnisinternet.blogspot.com/2010/05/sarana-dan-prasarana-sekolah.html

http://disdikkotasmg.org/v8/index.php?option=com_content&task=view&id=53&Itemid=103&limi

http://wulannurul.blogspot.com/2010/01/standar-biaya-pendidikan-biaya-operasi.html

http://profesiseru.com/2010/03/standar-sarana-prasarana-operasi.html

Rabu, 11 Agustus 2010

Kebijakan Pendidikan

1.langkah-langkah strategis yang ditempuh dalam menerapkan standar RSBI
Pengembangan sekolah menuju sekolah bertaraf internasional sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah dilakukan pada delapan standar, yakni 1) standar kelulusan, 2) standar isi, 3) standar proses, 4) standar pendidik dan tenaga kependidikan (diktendik), 5) standar sarana prasarana, 6) standar pengelolaan, 7) standar pendanaan, dan 8) standar penilaian (PP 19/2005).
Berkaitan dengan hal tersebut, berikut akan dipaparkan langkah-langkah startegis yang harus ditempuh dalam pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, diantarnya adalah:
1. Memperbaharui visi-misi
2. Memperbaharui motto sekolah
3. Meningkatkan komitmen dan kompetensi pendidikdan tenaga kependidikan
4. Mengembangkan kurikulum sekolah
5. Mengembangkan standar kelulusan
6. Meningkatkan kualitas pembelajaran
7. Mengembangkan manajemen dan kepemimpinan sekolah
8. Mengembangkan budaya sekolah
9. Memperkuat partisipasi orang tua, dan
10. Mengembangkan jejaring.

Adapum uraian singkat mengenai ke sepuluh langkah pokok di atas, adalah sebagai berikut:

1. Memperbaharui visi-misi
Kepemimpinan transformatif, yakni kepemimpinan untuk membawa organisasi berubah menuju tujuan tertentu, mengharuskan organisasi memiliki visi (Tichy and Ulrich, 2002, p. 335). Visi disamping berfungsi sebagai pernyataan tujuan jangka panjang yang diimpikan (Tichy and Ulrich, 2002, h. 335), menurut pengalaman, juga berfungsi sebagai pemandu arah dan pembatas program agar lebih fokus dan terarah. Lebih dari itu, visi ternyata juga mampu mengubah orientasi guru, karyawan dan siswa dan skope perspektif mereka. Mereka yang semula berorientasi dan berperspektif lokal dapat ditingkatkan orientasi dan perspektifnya menjadi tingkat nasional bahkan global. Tidak kalah penting, visi juga berfungsi sebagai penumbuh semangat kerja dan pemersatu warga sekolah.
Agar dapat memiliki fungsi sebagaimana disebut di atas, visi harus dirumuskan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan sekolah (Dit. PSMP 2007). Visi dimaksud haruslah merupakan kristalisasi dari mimpi bersama warga sekolah yang telah disepakati. Artinya, jika visi sekolah tidak mampu mempengaruhi warga sekolah dan tidak berfungsi seperti yang tersebut di atas, sangat boleh jadi visi tadi tidak memenuhi syarat-syarat penetapan visi yang baik sebagaimana tersebut di atas.

2. Memperbaharui motto sekolah
Setidaknya ada tiga fungsi empiris motto sekolah:
a. Motto adalah moral force yang menjadi landasan falsafah sekolah dan kekuatan moral yang memberi semangat juang dan energi kepada individu-individu dan organisasi untuk mencapai visi.
b. Motto/Moral force dibutuhkan karena proses pencapaian visi memerlukan kemauan yang kuat dan energi yang besar dalam waktu panjang sehingga diperlukan penyemangat individu-individu atau organisasi ketika menghadapi masalah atau ketika daya juang sedang surut.
c. Selain itu, motto/moral force berfungsi sebagai kontrol terhadap kualitas program yang dibuat dan aktivitas yang dilakukan dalam rangka mencapai visi.
Disamping tiga fungsi tersebut, lebih penting, motto sekolah juga berperan sebagai budaya target. Artinya, motto berfungsi sebagai tolok ukur konformitas pikiran, ucapan, perilaku dan kebiasaan warga sekolah yang dianggap baik dan benar (Slamet, Ph. dalam Dit.PSMP, 2007). Sebagai budaya, motto harus di ‘share’. Pendeknya, motto sekolah adalah budaya yang dicita-citakan oleh seluruh warga sekolah.


3. Meningkatkan komitmen dan kompetensi diktendik
Kunci keberhasilan penyelenggaraan rintisan sekolah bertaraf internasional adalah perubahan, keberhasilan upaya perubahan itu terletak pada sumber daya manusia/SDM. Pengembangan SDM bukan ditujukan semata untuk memenuhi standar diktendik, melainkan juga sebagai cara (means) untuk mencapai standar-standar lain. Sasaran pengembangan SDM di sekolah rintisan SBI adalah sumber daya manusia yang profesional dan tangguh, baik (menyangkut) guru maupun kepala sekolah, (dan) tenaga pendukung (tenaga komputer, laboran, pustakawan, tata usaha, dsb). Profesionalisme pendidik dan tenaga pendidikan ditunjukkan oleh penguasaan bidang kerjanya, etos kerjanya, penguasaan bahasa asing, (Bahasa Inggris khususnya), penguasaan ICT mutakhir dan canggih bagi pekerjaannya, berstandar internasional, dan etika global (Ditjen Mandikdasmen, 2007, h.14).
Standar internasional yang dimaksud pada kutipan ini selanjutnya dijelaskan adalah standar pendidikan yang diterapkan oleh negara-negara OECD (Organization for Economics Co-operation and Development) atau negara-negara lain yang memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan (Depdiknas, 2008, h. VIII, h.7)
Ada dua jalur besar yang dapat dikembangkan dalam pengembangan SDM, yakni jalur peningkatan kualitas komunikasi dan jalur belajar. Aiello (2002) mengatakan bahwa untuk menggugah kemauan (baca: komitmen) untuk berubah dan dalam rangka peningkatan etos kerja diperlukan sentuhan-sentuhan melalui komunikasi yang baik (h. 201).
Pada jalur belajar ditempuh langkah-langkah berikut: 1) Peningkatan kualifikasi pendidikan, 2) Pendidikan dan Pelatihan (diklat), 3) In-house training baik dengan instruktur internal maupun eksternal, 4) Musyawarah guru mata pelajaran baik pada tingkat cluster SBI, tingkat kota dan tingkat sekolah, 5) Mengubah pola MGMP dari berorientasi perangkat mengajar menjadi Lesson Study, 6) Peningkatan budaya baca, 7) Presentasi hasil bacaan pada rapat sekolah, dan 8) Optimalisasi internet dan sumber belajar multi media.

4. Mengembangkan kurikulum sekolah
Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003, kurikulum adalah adalah ‘seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu’ (Bab 1 Pasal 1 ayat 19). Adapun sekolah adalah lembaga pembelajaran. Jadi inti sekolah ada pada kurikulumnya. Oleh karenanya, baik-buruknya sekolah tergantung pada baik-buruknya kurikulum dan pelaksanaannya. Dalam hal pelakasanaan, guru adalah aktor utamanya dengan demikian, pada era KTSP ini, penyusunan kurikulum parisipatif menjadi keharusan.
Standar kurikulum nasional dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dikembangkan bersama para guru dengan memegang prinsip kebenaran akademik yang bersifat universal, kepentingan nasional, dan kearifan lokal. Struktur program disesuaikan dengan mempertimbangkan keperluan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan visi sekolah dalam jalur kebenaran akademik yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Mengembangkan standar kelulusan
Kriteria kelulusan pada ujian nasional adalah standar kelulusan minimal pada tingkat nasional. Sebagai sekolah yang berstatus RSBI, perlu memiliki standar kelulusan sendiri harus lebih tinggi dari standar nasional. Sebagai contoh, disamping lulus ujian nasional siswa harus lulus ujian sekolah dengan rata-rata nilai minimal sama dengan rata-rata kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan hanya boleh ada tiga nilai di bawah KKM tetapi minimal harus 60. Rata-rata KKM tahun ini adalah 76. Bandingkan dengan ujian nasional dengan rata-rata 55 dan nilai terendah 40. Disamping itu kriteria kelulusan juga harus mencerminkan kekhasan sekolah. Sebagai ‘gawang’ yang akan dituju pada permainan sepakbola sekolah, kriteria kelulusan sekolah memainkan peranan vital dalam menentukan apa dan pada tingkat kualitas mana pembelajaran sehari-hari dilaksanakan. Oleh karenanya, penetapan kriteria kelulusan sekolah juga memerlukan diskusi serius yang melibatkan seluruh guru.
Disamping kriteria kelulusan yang bersifat institusional, mata pelajaran-mata pelajaran juga dapat mengembangkan kriteria kelulusannya sendiri lebih dari kriteria nasional. Tentu saja semuanya harus didokumentasikan dalam kurikulum sekolah. Karena kriteria kelulusan ini juga merupakan alat untuk mencapai visi sekolah, maka nuansa kekhasan visi sekolah haruslah termuat dalam kriteria tersebut. Misalnya, dalam rangka mencapai dimensi keinternasionalan, sekolah menetapkan bahwa untuk lulus, siswa harus mampu membuat karya ilmiah dan mempresentasikannya menggunakan teknologi informasi mutakhir dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

6. Mengembangkan kualitas pembelajaran
Jika proses belajar mengajar (PBM) disepakati sebagai hal terpenting dari sebuah sekolah maka pengembangan sekolah haruslah difokuskan pada peningkatan kualitas PBM. Pengembangan delapan SNP di sekolah sebagai wujud dari upaya peningkatan pelayanan pendidikan kepada siswa, orang tua dan masyarakat, harus bermuara pada peningkatan mutu pembelajaran. Pengembangan sarana-prasarana sekolah, misalnya, harus diabdikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran baik yang bersifat langsung, seperti media dan alat pembelajaran di kelas, atau yang bersifat tidak langsung seperti penciptaan suasana belajar yang lebih kondusif melalui pengembangan taman sekolah. Demikian juga, peningkatan kriteria kelulusan sekolah diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan kualitas pembelajaran.
Pembaharuan visi-misi, pembaharuan motto sekolah, peningkatan mutu diktendik, dan pengembangan kurikulum sekolah, pada hakikatnya ditujukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Upaya tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Peningkatan kompetensi guru dalam penguasaan materi pelajaran, strategi pembelajaran, manajemen kelas dan bahasa Inggris untuk pembelajaran bagi guru-guru MIPA kelas SBI dilakukan melalui MGMP cluster SBI, mengundang nara sumber dari perguruan tinggi ke sekolah, IHT, diklat bimbingan teknis dan meningkatkan kualifikasi pendidikan ke S-2
b. Penerapan pemebelajaran multi media dalam rangka meningkatkan pelayanan belajar kepada siswa sesuai dengan modalitas belajarnya: auditory, visual dan kinestetik.
c. Diversifikasi strategi, metoda dan teknik pembalajaran dilakukan dengan sebanyak mungkin menggunakan pendekatan yang lebih kontekstual, berpusat pada siswa, melibatkan sebanyak mungkin partisipasi siswa, menyenangkan dan reflektif.
d. Diversifikasi sumber pembelajaran dilaksanakan dengan perubahan paradigma pembelajaran dari guru sebagai sumber belajar utama dan bahkan satu-satunya menjadi pembelajaran multi sumber. Internet, CD pembelajaran, nara sumber yang didatangkan ke kelas dan siswa adalah sumber belajar lain yang makin lama makin penting perannya disamping guru dan buku.
e. Pengembangan budaya belajar mandiri sebagai pengganti dari budaya belajar lama yang terlalu banyak tergantung pada pihak lain dan prasyarat-prasyarat. Pengenalan kekuatan dan kelemahan diri, menentukan tujuan dan target belajar sendiri, menetapkan strategi belajar sendiri, memonitor dan mengevaluasi hasil belajar sendiri dan melakukan refleksi dan perbaikan adalah langkah yang ditempuh untuk maksdu ini.

7. Mengembangkan manajemen dan kepemimpinan sekolah
Manajemen sekolah dikembangkan dengan berbagai cara, tetapi yang penting dipaparkan empat. Pertama, struktur organisasi sekolah tradisional yang meliputi satu Wakasek dan empat Urusan, dikembangkan menjadi satu Wakasek dan delapan Urusan. Pengembangkan ini dilakukan secara proaktif untuk menjawab tantangan perkembangan sekolah dalam mencapai visinya. Disamping Urusan Kurikulum, Kesiswaan, Sarana-praarana dan Hubungan Masyarakat yang secara tradisional ada, sekolah menambah empat Urusan baru yakni Urusan Evaluasi, Urusan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Urusan SBI & Peningkatan Mutu dan Urusan Pengembangan Budaya Sekolah & Ketenagaan. Pembentukan urusan baru pada bidang-bidang esensial tersebut terbukti mampu mendorong perbaikan kinerja sekolah bukan saja pada bidang tersebut tetapi juga kinerja sekolah secara keseluruhan. Dengan Urusan Evaluasi yang terpisah dari Urusan Kurikulum, misalnya, terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal pelayanan kepada guru yang berkaitan dengan evaluasi dan asesmen belajar dan akibatnya terjadi peningkatan kuantitas, kualitas dan variasi evaluasi dan asesmen belajar siswa. Demikian halnya yang terjadi pada dunia TIK. Masalah yang berkaitan dengan perangkat keras, perangkat lunak dan perangkat manusia yang tumbuh sangat cepat seiring dengan peningkatan status sekolah dapat diatasi dengan jauh lebih baik dibanding ketika uruan ini masih bergabung dengan urusan sarana-prasarana. Selain itu, progresivitas pengembangan sektor ini juga jauh lebih baik dalam menyambut perkembangan dunia TIK yang begitu cepat.
Kedua, penetapan bagan aksi sekolah untuk mengatur skema kinerja sekolah. Struktur organisasi sekolah yang stratis (bertingkat-tingkat) dapat menyebabkan birokratisasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan pendataran. Dalam bagan aksi tersebut siswa diletakkan di tengah lingkaran untuk menggambarkan pemusatan kegiatan sekolah kepada siswa. Artinya, aktivitas sekolah dipusatkan pada siswa. Di luar pusat lingkaran ada guru mata pelajaran, guru konselor, wali kelas, pembina pengembangan diri, pustakawan, dan laboran. Artinya, mereka ada untuk melayani siswa. Selapis keluar, ada ke delapan Urusan. Maknanya, para Urusan bertugas melayani para guru, guru konselor, wali kelas, pembina pengembangan diri, pustakawan, dan laboran agar pelayanan mereka kepada siswa lebih baik. Satu lapis lagi terdapat wakasek dan pada lapisan paling luar kepala sekolah. Kasek dan wakasek bertugas melayani seluruh jajaran yang ada pada lapisan lebih dalam dalam rangka melayani siswa. Di luar lingkaran terdapat orang tua siswa, komite sekolah dan komiter kelas, serta institusi lain yang terhubung dengan lingkaran sekolah melalui lapisan terluar yakni kepala sekolah. Artinya, kepala sekolah harus mengetahui segala bentuk hubungan antara unsur-unsur dalam sekoah dengan pihak-pihak eksternal.
Ketiga, pemanfaatan teknologi informasi dalam manajemen dan administrasi sekolah. Keputusan untuk menggunakan TIK dalam manajemen dan administrasi sekolah bukan disebabkan oleh ketentuan yang dikeluarkan oleh Direktorat PSMP saja, melainkan karena pengalaman sudah menunjukkan bahwa pemakaian TIK (Baca: komputer dan internet) memang mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja. Isu terbesar pada bidang tik di sekolah adalah bagaimana pengadaannya dan bagaimana pemanfaatannya secara optimal. Pengadaan terkait dana, sedangkan pemanfaatan terkait sumber daya manusia (Baca: brainware). Pengalaman menunjukkan bahwa kedua hal terkait erat satu sama lain. Pengadaan tidak terasa perlu jika tidak ada permintaan (no demand no suply), tetapi ketidaksediaan mengakibatkan tidak terdorongnya kemampuan sumberdaya yang pada gilirannya mengakibatkan tidak optimalnya pemanfaatan.

8. Mengembangkan budaya sekolah dengan prioritas
Budaya adalah perkara bagaimana sesuatu dilakukan , jika ingin melakukan perubahan mendasar yang bersifat permanen, maka Anda harus melakukan perubahan budaya.

9. Memperkuat partisipasi orang tua
Berdasarkan hasil pengamatan, sekolah yang baik salah satunya ditandai dengan tingkat pertisipasi orang tua yang baik pula. UU Sisdiknas no 20/2003 secara eksplisit juga mendorong peningkatna partisipasi orang tua ini dengan menyebut bahwa tanggung jawab pendidikan berada di tangan pemerintah, orang tua dan masyarakat (Bab IV).
Berdasarkan PP 48/2008 tentang Standar Pendanaan dan Edaran Mendiknas RSBI dan SBI diberi hak untuk mendapatkan sumbangan dana dari orang tua siswa. Dengan demikian partisipasi finansial orang tua siswa mendapat legitimasi di tengah kampanye pendidikan dasar gratis yang sedang berkembang.

10. Mengembangkan jejaring
Disamping melakukan langkah-langkah yang garis besarnya dipaparkan pada bagian 1 sampai dengan 9 di atas, hal yang tak kalah pentingnya adalah memanfaatkan potensi ‘pertemanan’ dengan sekolah lain untuk mengembangkan diri. Melalui kontak-kontak informal—sebenarnya malah hanya kontak-kontak antar individu—dengan beberapa sekolah RSBI yang kebetulan dapat diakses dan berdekatan secara geografis.

2. Kebijakan yang dipersiapkan dalam mengelola manajemen pendidikan mikro
 Strategi Sekolah
• Penetapan standar kompetensi lulusan yang bertaraf internasional
• Pembuatan dokumen kurikulum internasional
• Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang mampu berkomunikasi dengan bahasa inggris dan ICT
• Peningkatan kualitas Proses Belajar Mengajar yang berbasis ICT dengan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum internasional
• Peningkatan kelengkapan fasilitas sekolah yang mendukung program SBI (memenuhi 8 SNP + X)
• Peningkatan standar pembiayaan siswa sesuai dengan standar internasional
• Penetapan sistem penilaian dengan standar internasional


 Indikator Visi
Visi : Unggul dalam prestasi terampil berdasarkan Imtaq selalu terdepan menuju SBI
• Unggul dalam standar kompetensi lulusan bertaraf internasional
• Memiliki kurikulum yang bertaraf internasional
• Proses Belajar Mengajar yang berbasis ICT
• SDM Tenaga Kependidikan dan Pendidik yang bertaraf internasional
• Fasilitas sekolah yang lengkap (skrg blm) dan bertaraf internasional
• Unggul Dalam Manajemen Pengelolaan yang berbasis Manajemen Berbasis Sekolah/MBS dengan pola ICT
• Standar Biaya Pendidikan yang sesuai dengan Standar Internasional
• Memiliki model sistem penilaian yang bertaraf internasional
 Misi Sekolah
• Tercapainya standar kompetensi lulusan yang bertaraf internasional
• Terwujudnya seperangkat kurikulum yang bertaraf internasional
• Tercapainya mutu SDM tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang bertaraf internasional(min S1, mampu b.inggris, menguasai ICT (International Communication and Tehknology).
• Terpenuhinya Fasilitas pokok sekolah yang bertaraf internasional
• Terwujudnya model manajemen berbasis sekolah secara penuh dengan pola berbasis ICT dan SIM (Sistem Informasi Manajemen)
• Tercapainya standar biaya siswa sekolah yang sesuai dengan standar internasional
• Memberi kesempatan kepada siswa miskin tapi cerdas
• Terwujudnya model sistem penilaian dengan standar internasional
 Kurikulum
• KTSP
• Kurikulum SNP + X
 Model Pengelolaan Pembelajaran
• Contekstual Teaching And Learning (CTL)
• Belajar Tuntas ( M. Learning )
• PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Menyenangkan)
• Learning Comunnity ( Komunitas Pembelajaran )
 Model Penilaian
• PBK ( penilaian berbasis kelas )
• Forto polio
• Unjuk kerja
• Tugas-tugas
• Ulangan harian
• Mid semester
• Ulangan semester
• Penugasan, diskusi dan presentasi
• Ulangan kenaikan kelas
• Ujian nasional dan usek
• Ujian bilingual
• Remidial
 Program Layanan Siswa
• Moving students semester class
• Remidial
• Klinik pembelajaran
• Pembelajaran terbimbing
• Konseling
• Pengayaan
• Pbm berbasis ict
• Layanan perpustakaan
 Kultur Sekolah
• Melaksanakan Tata krama dan tata tertib bagi kehidupan sosial di sekolah bagi kepala sekolah, Guru, Staf/TU, Siswa
• Melaksanakan 4S (Seyum,Salam,Sapa,Sopan + Sun tangan kepada Guru dan Orangtua/ Tamu)
• Peduli dan berbudaya Lingkungan
• Hidup bersih (lingkungan sekolah bebas sampah)
• Menggunakan WC dan Toilet seperti dirumah sendiri (disiram sampai bersih, diberi wewangian), cleaning service selalu standby
• Infak setiap hari jum’at
• Sholat Dzuhur
• Gebyar JUMSIH/Jum’at Bersih dan Senam
• Kultum di masjid sekolah setiap hari
• English Day
• One Day Spiking Engglish tiap Jum’at, berbahasa jawa tiap sabtu
 Sarana Pendukung Pembelajaran
• Perpustakaan
• Laboratorium IPA
• Laboratorium komputer
• Internet semua ruang yg ada komputernya
• Lab. Bahasa dan multimedia
• Lingkungan sekolah berwawasan kesehatan
• Kamar mandi
• CD-CD pembelajaran Bhs.Inggris, MIPA, dll,
• Lap. Olah raga, gamelan, kolm renang, taman bermain belum ada
 Pengembangan Diri
• Bola volly putra/ putri
• Basket putra/ basket putri
• Silat perisai diri
• Karawitan
• Pramuka pasus
• Pmr dan uks
• Sepak bola lapangan
• Sepak bola futsal
• Sepak bola takraw
• Tenis meja
• Bulu tangkis
• Renang
• Baca tulis al-qur’an/tpa
• Musik
• English club
• Math club
• Science club
• Mading
• Drumband
• Pbb/tonti
• Batik

3. Strategi yang akan ditempuh jika menghadapi permasalahan kinerja guru
Kinerja merupakan gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Oleh karena itu bila ingin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka perlu memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tersebut. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (Ability) dan faktor motivasi (Motivation). Maka ketika kinerja guru tidak sesuai dengan tuntutan produktivitas dan kreativitas, strategi yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Melaksanakan Konsep manajemen Kinerja
Meningkatnya kualitas Sumberdaya manusia akan termanifestasikan dalam Kinerja SDM dalam melaksanakan tugas dan peran yang diembannya sesuai dengan tuntutan Organisasi, oleh karena itu upaya mengelola dan mengembangkan Kinerja individu dalam organisasi menjadi hal yang sangat penting dalam membangun dan mengembangkan kemampuan organisasi untuk dapat berperan optimal dalam masyarakat. Dalam hubungan ini, maka Manajemen Kinerja menjadi faktor yang sangat strategis dalam upaya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan Kinerja Individu sesuai dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan internal organisasi, maupun tuntutan akibat dari factor eksternal, untuk itu berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tentang Manajemen Kinerja untuk memberi pemahaman tentang Manajemen Kinerja.
1. Manajemen kinerja berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk “merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan, Ruky (2001:6).
2. Manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pad akinerja yang melakukan proses komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan organisasi, Wibowo (2007:9).
b. Melaksanakan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan guna menilai prilaku pegawai dalam pekerjaannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan para pakar :
1. evaluasi kinerja adalah proses dimana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, seberapa baikah kinerja seseorang karyawan pada suatu periode tertentu, Robert Bacal (2001:113).
2. Penilaian pelaksanaan pekerjaan (kinerja) adalah suatu sistem yang dugunakan untuk menilai dan mengetahui sejauh mana seorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan,John Suprihanto (2000:1).
c. Melaksanakan Pengembangan Kinerja guru
Kinerja Guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya di sekolah khususnya dalam proses pembelajaran dalam konteks sekarang ini memerlukan pengembangan dan perubahan kearah yang lebih inovatif, kinerja inovatif guru menjadi hal yang penting bagi berhasilnya implementasi inovasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran.
Kinerja inovatif seorang guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang efektif dan fungsional bagi kehidupan seorang siswa jelas perlu terus dikembangkan, diantaranya melalui motivasi dan pengengbangan kemampuan guru.
1. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motivasi tinggi.
2. Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Pengembangan Sumber Daya Manusia pendidik/Guru menjadi faktor yang akan sangat menentukan dalam mendorong kinerja Guru agar semakin meningkat. Peningkatan tersebut tidak hanya berimplikasi kuantitas namun juga kualitas mengenai bagaimana kinerja mereka dilaksanakan, dan dalam kontek perubahan dewasa ini kinerja inovatif menjadi suatu tuntutan yang makin mendesak untuk dapat dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai pendidik sehingga dapat melahirkan lulusan yang kreatif dan inovatif yang dapat bersaing di era global dewasa ini. Dengan demikian upaya untuk terus mengembangkan kinerja guru menjadi suatu yang berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, dan hal ini memerlukan manajemen kinerja yang tepat sesuai dengan konteks organisasi sekolah.


Referensi
Aiello, R.J (2002). Mereka Mendengar Anda ... tetapi Mereka Tidak Memperhatikan. Memimpin Manusia. Timpe, A.D. Jakarta. Elex Media Komputindo. 23: 201-229
Covey,S.R (2004). The 7 Habits of Highly Effective People. New York London Toronto Sydney, Free Press
Departemen Pendidikan Nasional (2007). Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Ditjen. Mandikdasmen (2007). Panduan Sistem Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dit. PSMP (2007). Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk Sekolah Menegah Pertama.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005. Standar Nasional Pendidikan
Rianto, B.W (2007). Pengembangan Sumber Daya Manusia Kunci Sukses Penyelenggaraan SBI. http://smpn1-prob.sch.id
Tichy, N.M and Ulrich, D.O (2002). Tantangan Kepemimpinan—Panggilan bagi Pemimpin Transformatif. Kepemimpinan. Timpe, A.D. Jakarta.Elex Media Komputindo. 41: 335-350
Undang-undang nomor 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional